Imam al-Ghazali mengatakan ada manusia yang tertipu oleh keadaan, ilmu, dan amal yang dilakukannya. Mereka yang tertipu bukan hanya orang abid (banyak ibadah), tetapi termasuk orang yang alim (berilmu).
Pertama, orang yang mempelajari ilmu agama dan ilmu lain, tetapi ia tidak mengamalkan ilmunya. Ilmu tidak mendekatkan dirinya kepada Allah, menjauhkannya dari yang haram, dan membentuknya berakhlak mulia. Ilmu yang dimiliki orang tersebut tidak berharga kerana tidak membuahkan amalan yang baik. Pemilik ilmu ini termasuk orang pertama dan paling berat mendapat azab Allah di akhirat. Nabi bersabda,
‘’Orang yang paling berat mendapat azab Allah adalah orang yang alim (berilmu), tetapi Allah tidak memberikan manfaat kepadanya melalui ilmunya. Ia salah seorang dari tiga golongan orang yang dikabarkan Nabi yang pertama merasakan azab api neraka.'’
(Al-Hadis).
Kedua, orang yang banyak beribadah dan berupaya memberatkan diri melakukan amalan lahir, seperti memperbanyak solat sunat dan puasa sunat. Namun, ia mengabaikan penelitian terhadap hati dan menyucikan hatinya dari berbagai penyakit batiniah, seperti iri, dengki, riya, dan sombong. Penyakit batiniah bukan hanya membuat amalnya tidak bernilai, tetapi juga merosak dirinya. Sesungguhnya Islam ingin mewujudkan keseimbangan antara amalan lahir dan batin, ibadah yang banyak dan berkualiti serta kesucian hati. Nabi bersabda,
‘’Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupamu dan harta yang kamu miliki, tetapi Ia melihat kepada hati dan amalmu.'’
(Al-Hadis).
Ketiga, orang yang beribadah kepada Allah dengan penuh kehati-hatian, tetapi sikapnya tersebut sampai pada batas menyulitkan dirinya. Sikap hati-hati memang dianjurkan Islam, tetapi tidak boleh sampai menyulitkan. Sebab, Allah menginginkan kemudahan kepada umatnya dalam pelaksanaan Islam, seperti firman-Nya,
".. Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan, dan Ia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran..."
[Al-Baqarah 2: 185]
Kehati-hatian yang berlebihan tampak pada orang yang dihinggapi rasa was-was oleh godaan syaitan ketika berwudhu. Orang itu berkumur-kumur berulang kali dan menggosok dengan keras ketika air wudhu mengenai kulitnya. Orang yang berwudhu seperti ini tertipu oleh amalnya kerana Islam tidak menuntut seperti itu. Yang penting basuhan air wudhu cukup apabila telah membasahi anggota wudhu
Alangkah baik kehati-hatian yang berlebihan ketika berwudhu dipakai dalam mencari rezeki halal. Dalam Islam mencari rezeki halal mempunyai kedudukan yang penting. Mencari rezeki yang halal untuk menyara kehidupan turut menentukan keberkahan hidup Muslim. Dan, pengabulan doa hamba oleh Allah terkait erat dengan kebersihan rezeki yang dicarinya. Nabi bersabda,
‘’Seorang laki-laki yang telah jauh perjalanannya, berambut kusut, penuh dengan debu, dia menadahkan kedua tangannya ke langit dan berkata, ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku,’ sedangkan makanan, minuman, dan pakaiannya haram, serta dikenyangkan dengan barang haram, maka bagaimana akan dikabulkan permintaannya (doanya).'’
(HR Muslim).
Semoga dengan ini kita dapat lebih berhati-hati dalam beramal soleh, antara ilmu dan amal haruslah seimbang. Jika kita ingin mengerjakan amal soleh tetapi belum tahu ilmunya lebih baik menanyakan kepada yg lebih tahu (Ahlinya).
No comments:
Post a Comment